Anak yang Pulang
- I. Identitas Buku
- Judul Buku : Pulang
- Penulis : Toha Mohtar
- Penerbit : PT. DUNIA PUSTAKA JAYA
- Perancang sampul : Mardian
- Tahun Terbit : 1957
- Tebal/ jumlah halama : 71 halaman
- II. Isi Ringkasan
“Pulang”
merupakan salah satu novel sastra karya Toha Mohtar. Novel ini menceritakan
seorang anak manusia yang bernama Tamin yang pulang ke kampung halamannya
setelah tujuh tahun pergi meninggalkan kampung halamannya untuk menjadi heiho. Di awal novel ini digambarkan
tentang ingatan masa lalu Tamin akan masa kecilnya. Bau dan suasana saat
menginjakkan kaki ke tanah tersebut mengingatkan tentang masa kecilnya.
Kepulangan Tamin disambut oleh teriakan ibunya serta suara batuk ayahnya.
Bayangan selama di perjalanan akan bagaimana rupa ayah,ibu dan adiknya terjawab
sudah.
Malam
pun semakin gelap, mereka habiskan dengan makan malam dan cerita tentang
hal-hal yang terjadi selama tujuh tahun ditengah guyuran hujan yang perlahan
mereda. Tapi dia tidak menceritakan bahwa telah menikah dan memiliki seorang
anak laki-laki. Istri dan anaknya meninggal saat persalinan. Hal yang
ditinggalkan dari keduanya hanyalah ingatan disaat Tamin melihat dan memberikan
pelukan itu serta perhiasan kalung emas.
Keesokan
paginya, Tamin membetulkan kandang sapi yang ada serta merapihkan tumpukan
kayu. Setelah semuanya telah selesai dikerjakan, Tamin berkata pada adiknya
Sumi bahwa besok pagi, dia akan mengajak Sumi untuk membeli sapi dan juga kain
untuk adiknya. Sepulang dari pasar emak melihat kandang dan juga tumpukan kayu
itu tampak rapih, ia lalu megatakan bahwa mereka tidak memiliki tanah yang
dulunya digunakan untuk bersawah. Tanah tersebut telah digadaikan pada orang
lain, karena perlu biaya saat bapaknya sekarat.
Tamin
berusaha untuk menebus kembali tanah itu, tapi kata ibunya jika dia ingin
menebus tanah itu harganya bisa mencapai harga dua kali sapi dewasa. Tampak raut
kecewa dibenak Tamin, dari mana uang sebanyak itu bisa ia dapatkan. Lalu ia
datang mengunjungi rumah demi rumah, menemui orang-orang tua di kampung sekedar
memenuhi adat menampakkan diri sesudah berjalan jauh. Tamin tetap memenuhi
janjinya pada Sumi untuk membeli kain pada keesokkan harinya.
Dalam
kebimbangan akhirnya Tamin menjual sebuah kalung emas bermatakan permata yang
awalnya yang akan dihadiahkan kepada Sumi, untuk menembus sawah dengan letak
strategis itu. Setelah beberapa proses, sawah telah
beralih tangan kembali ke tangan keluarga Tamin. Betapa senangnya keluarga itu.
Tak terkecuali ayah dan ibunya yang keadaannya semakin membaik setelah
kedatangan Tarmin. Sumi yang dulunya bekerja keras kini tak perlu lagi bersusah
payah karena tugasnya telah digantikan oleh kakaknya.
Di tengah panasnya sinar matahari yang
menyengat, di sawah Tamin kembali melihat gadis cantik yang merupakan adik dari
Gamik, bekas temannya yang dibedil Belanda di tengah sawah. Gadis itu bernama
Isah. Karena sering melihat Isah, lama-kelamaan tumbuh rasa cinta.
Tamin
tidak merasa tenteram dan damai tinggal di desanya. Hati nuraninya tak kuat
terus-menerus berbohong kepada orang tua, teman-teman dan penduduk desa. Pujian
sebagai pejuang terhadap dirinya makin menambah kegusarannya. Ia tak punya
keberanian untuk menceritakan hal yang sebenarnya. Ia takut melihat kekecewaan
penduduk desanya apabila mereka tahu hal yang sesungguhnya. Ia juga takut
menghadapi kemarahan penduduk desa yang akan mengecapnya sebagai
penghianat.
Tamin
sendiri merasa bahwa dirinya bukan pahlawan yang rela mengorbankan nyawanya
demi membela tanah air dan bangsanya. Selama menjadi heiho, ia dan pasukannya
dikirim oleh Jepang ke Burma untuk mempertahankan kemerdekaan. Disebabkan
ketidaktahuannya dan termakan oleh propaganda yang dilancarkan sekutu, ia
bergabung dengan tentara sekutu. Tamin justru bertempur melawan bangsanya
sendiri. Namun, ketika mengetahui keadaan yang sebenarnya, ia merasa berdosa.
Akhirnya,
ia kembali memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya. Ia pergi tanpa
pamit. Pada kepergiaannya yang kedua ini, hatinya tetap merasa tidak tentram
dan damai. Ia merasa takut jika nanti bertemu dengan orang di kampungnya. Rasa
bersalah terus menghantui dirinya. Ia pergi tak tentu arah dan tujuan.
Dalam
perjalanannya, Tamin tersesat di sebuah desa yang tak dikenal olehnya. Di desa
itu Tamin bertemu dengan seorang nelayan dan ikut bersama nelayan tersebut dan
bekerja di desa nelayan tersebut selama 4 bulan. Setelah lama kepergiaannya
dari kampung halaman, Tamin kembali pulang setelah mendengarkan cerita dari Pak
Banji, warga desanya, yang mengatakan bahwa ayahnya telah meninggal, Sumi sang
adik terus menangis menantinya, ibunya kembali muram dan tak terurus, dan Isah
juga sedih menantinya.
Dari
cerita Pak Banji juga Tamin menyimpulkan bahwa penduduk desa tidak mengetahui
apa yang sebenarnya ia perbuat. Akhirnya, Tamin tersadar bahwa selama ini ia
hanya dihantui oleh rasa ketakutannya.Tamin pun kembali pulang ke desa di kaki
Gunung Wilis. Hal yang pertama, yang ia lakukan adalah berziarah ke makam
ayahnya dengan nisan kayu jati yang masih baru itu ditanam di samping kubur neneknya
dan berjanji tidak akan meninggalkan keluarganya lagi dan mengurus sawah dengan
bersungguh-sungguh.
Sesampainya
dirumah, Tamin meminta maaf kepada Sumi dan ibunya karena telah meninggalkan
mereka. Sumi memaafkannya dan kembali tersenyum serta keceriaan kembali hadir
di dalam rumah yang bersejarah itu. Tamin berpesan kepada Sumi yang akan
memberi kabar tentang kepulangan Tamin kepada Isah. Pesan Tamin adalah bahwa
malam ini dia akan menembangkan lagu Asmaradhana untuk Sumi dan Isah.
- III. Kelebihan dan Kekurangan
a. Kelebihan
1. Penulis
menggambarkan peristiwa dan emosi yang terdapat pada cerita secara detail
sehingga pembaca dapat menggambarkan dalam imajinasi.
2. Isinya
sangat berbobot akan nilai-nilai moral
b. Kekurangan
1. Susunan
kata dan bahasa sulit untuk dipahami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar