Jumat, 22 Desember 2017

Review Novel "Bumi Manusia" Karya Pramoedya Ananta Toer

Seorang Pribumi Diantara Orang Eropa

Image result for cover novel bumi manusia

I.                    Identitas Buku
1.      Judul Buku                  : Bumi Manusia
2.      Penulis                         : Pramoedya Ananta Toer
3.      Penerbit                       : Lentera Dipantara
4.      Tahun Terbit                : 1975
5.      Jumlah Halaman          : 532 halaman

II.                 Isi Ringkasan
“Bumi Manusia” adalah sastra roman yang berlatar tahun 1890-an sampai awal tahun 1900-an. Yang oleh sejarah Indonesia dicatat sebagai masa awal Kebangkitan Nasional. Novel ini memadukan kisah romatis dan ketidakadilan kolonialis serta pemikiran liberal dari sudut pandang seorang keturunan priyayi Jawa.

Minke adalah seorang anak bupati keturunan priyayi Jawa yang beruntung bisa bersekolah di H.B.S di Kota Surabaya ketika sebagian besar keturunan priyayi Jawa belum bisa baca tulis. H.B.S merupakan sekolah Belanda, untuk masuk ke H.B.S, kalau bukan totok (orang Eropa asli) atau Indo (campuran), pastilah orang Jawa memiliki kedudukan yang cukup tinggi. Minke tak pernah mengakui hal itu, Ia memperkenalkan dirinya sebagai Minke, tanpa nama keluarga, seorang pribumi.

"Bumi Manusia" ini adalah tentang seorang pemuda, Minke, yang mengembangkan kedewasaan dan kebijaksanaan yang lebih besar melalui pengalaman yang terlalu besar untuk pemuda seperti dia. Awalnya, ia menjalani kehidupan yang agak sederhana sebagai mahasiswa SMA Belanda di Surabaya, Indonesia. Meskipun dia adalah salah satu dari sedikit Pribumi yang belajar di sekolahnya, dia dapat bergerak dengan percaya diri dan menjunjung tinggi kepercayaannya di tengah lingkungan kolonial dan divisi rasial.

Hidupnya mulai berubah drastis saat dia diundang oleh seorang teman ke salah satu rumah yang paling indah, ditempati oleh keluarga misterius. Tanpa diduga, dia bertemu dan jatuh cinta pada gadis terindah yang pernah dia lihat. Annelies adalah anak perempuan campuran dari selir asli dan pengusaha Eropa. Selanjutnya, dia kagum dengan karakter ibunya yang kuat, yang dijelaskan oleh pengalamannya sendiri yang keras di masa lalu. Dengan bantuan suami Murni-nya, dia belajar membaca, berbicara bahasa lain, dan menjalankan bisnis. Dan saat suaminya nanti terbukti tidak berharga, dia masih bisa berdiri di atas kakinya sendiri. Dia akhirnya menjadi salah satu tokoh paling penting dalam kehidupan Minke sebagai seorang guru dan ibu.

Seiring hubungan Minke dengan Annelies tumbuh lebih dalam, orang-orang di kota ini mulai menyebarkan desas-desus dan menganggapnya melanggar hukum dan memalukan. Meski begitu, meski menghadapi tantangan ini, Minke tetap rasional dan bertekad membuktikan bahwa pendidikannya tidak sia-sia. Bahkan setelah hidupnya terancam dan situasinya dibawa ke pengadilan, dia terus mempercayai pentingnya memerangi ketidakadilan pemerintah, tidak hanya untuk menang tapi untuk membela kemanusiaan dan hak-haknya.

Karena pendidikan Minke dan pemikiran liberal, dia dapat berbagi pandangan dan persepsi tentang korupsi di bumi umat manusia ini melalui tulisan-tulisannya yang diterbitkan di sebuah surat kabar. Usahanya terbukti berhasil saat pendukung hadir dalam pembelaannya untuk menjaga istrinya setelah menikah secara hukum di bawah hukum Islam. Dengan demikian, terbitannya membuktikan bahwa pengetahuan adalah kunci untuk berubah dan sukses.

Akhirnya, Minke dan ibu mertuanya dikalahkan setelah memperjuangkan hak Annelies. Dalam sidang keputusan Pengadilan Surabaya memutuskan untuk Juffrouw Annelies Mellema akan diangkut dengan kapal dari Surabaya lima hari yang akan datang. Mendengar keputusan itu, Nyai dan Annelies marah kemudian meninggalkan tempat itu. Keputusan Pengadilan Surabaya menerbitkan amarah banyak orang dan golongan. Serombongan orang Madura menyerang orang Eropa. Sejak itu pula rumah Nyai Ontosoroh dijaga ketat oleh kepolisian Belanda. Tak seorangpun diizinkan masuk. Bahkan Darsampun diusir. Dokter Martinet tidak diizinkan masuk. Dan sekarang Minke dan Nyai yang menjaga Annelies.

Hari itu pun tiba, Annelies meminta Minke untuk bercerita mengenai negeri Belanda dan laut. Sampai kemudian datang seorang peremupuan Eropa, memerintahkan Nyai untuk mempersiakan pakaian Annelies. Ia sembah sungkem kepada mama, menyuruh mama untuk membuang kenangan yang telah berlalu dan mengasuh seorang adik perempuan yang manis, yang tidak menyusahkan seperti Annelies. Tangis mama terus menderu, menyesal tak dapat mempertahankan Annelies. Dan permintaan terakhir Annelies pada Minke, untuk mengenang kebahagiaan yang pernah mereka alami bersama.

Minke menangisi keperergian cintanya. Memikirkan betapa lemahnya dirinya sebagai seorang pribumi dihadapan orang Eropa.  Sebuah kereta Gubermen telah menunggu dalam apitan Maresose berkuda. Sayup – sayup terdengar roda kereta menggiling kerikil, makin lama makin jauh, jauh, akhirnya tak terdengar lagi. Annelies dalam pelayaran ke negeri dimana Sri Ratu Wilhelnima bertahta. Minke berjanji akan menyusul Annelies, membawa Annelies kembali lagi. 


III.           Kelebihan dan Kekurangan
a.       Kelebihan
Penulis menggambarkan masa kolonialisme dengan apik serta dapat menyuguhkan kisah romantisme dengan elegan.
b.      Kekurangan
Bahasa yang digunakan dalam novel ini sulit untuk dimengerti.

Minggu, 30 Juli 2017

Review Novel "Pulang" Karya Toha Mohtar

Anak yang Pulang




  • I.        Identitas Buku



  1. Judul Buku                               : Pulang
  2. Penulis                                       : Toha Mohtar
  3. Penerbit                                     : PT. DUNIA PUSTAKA JAYA
  4. Perancang sampul                  : Mardian
  5. Tahun Terbit                            : 1957
  6. Tebal/ jumlah halama            : 71 halaman



  • II.   Isi Ringkasan


“Pulang” merupakan salah satu novel sastra karya Toha Mohtar. Novel ini menceritakan seorang anak manusia yang bernama Tamin yang pulang ke kampung halamannya setelah tujuh tahun pergi meninggalkan kampung halamannya untuk menjadi heiho. Di awal novel ini digambarkan tentang ingatan masa lalu Tamin akan masa kecilnya. Bau dan suasana saat menginjakkan kaki ke tanah tersebut mengingatkan tentang masa kecilnya. Kepulangan Tamin disambut oleh teriakan ibunya serta suara batuk ayahnya. Bayangan selama di perjalanan akan bagaimana rupa ayah,ibu dan adiknya terjawab sudah.
Malam pun semakin gelap, mereka habiskan dengan makan malam dan cerita tentang hal-hal yang terjadi selama tujuh tahun ditengah guyuran hujan yang perlahan mereda. Tapi dia tidak menceritakan bahwa telah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki. Istri dan anaknya meninggal saat persalinan. Hal yang ditinggalkan dari keduanya hanyalah ingatan disaat Tamin melihat dan memberikan pelukan itu serta perhiasan kalung emas.   
Keesokan paginya, Tamin membetulkan kandang sapi yang ada serta merapihkan tumpukan kayu. Setelah semuanya telah selesai dikerjakan, Tamin berkata pada adiknya Sumi bahwa besok pagi, dia akan mengajak Sumi untuk membeli sapi dan juga kain untuk adiknya. Sepulang dari pasar emak melihat kandang dan juga tumpukan kayu itu tampak rapih, ia lalu megatakan bahwa mereka tidak memiliki tanah yang dulunya digunakan untuk bersawah. Tanah tersebut telah digadaikan pada orang lain, karena perlu biaya saat bapaknya sekarat.
Tamin berusaha untuk menebus kembali tanah itu, tapi kata ibunya jika dia ingin menebus tanah itu harganya bisa mencapai harga dua kali sapi dewasa. Tampak raut kecewa dibenak Tamin, dari mana uang sebanyak itu bisa ia dapatkan. Lalu ia datang mengunjungi rumah demi rumah, menemui orang-orang tua di kampung sekedar memenuhi adat menampakkan diri sesudah berjalan jauh. Tamin tetap memenuhi janjinya pada Sumi untuk membeli kain pada keesokkan harinya.
Dalam kebimbangan akhirnya Tamin menjual sebuah kalung emas bermatakan permata yang awalnya yang akan dihadiahkan kepada Sumi, untuk menembus sawah dengan letak strategis itu. Setelah beberapa proses, sawah telah beralih tangan kembali ke tangan keluarga Tamin. Betapa senangnya keluarga itu. Tak terkecuali ayah dan ibunya yang keadaannya semakin membaik setelah kedatangan Tarmin. Sumi yang dulunya bekerja keras kini tak perlu lagi bersusah payah karena tugasnya telah digantikan oleh kakaknya.
    Di tengah panasnya sinar matahari yang menyengat, di sawah Tamin kembali melihat gadis cantik yang merupakan adik dari Gamik, bekas temannya yang dibedil Belanda di tengah sawah. Gadis itu bernama Isah. Karena sering melihat Isah, lama-kelamaan tumbuh rasa cinta.
Tamin tidak merasa tenteram dan damai tinggal di desanya. Hati nuraninya tak kuat terus-menerus berbohong kepada orang tua, teman-teman dan penduduk desa. Pujian sebagai pejuang terhadap dirinya makin menambah kegusarannya. Ia tak punya keberanian untuk menceritakan hal yang sebenarnya. Ia takut melihat kekecewaan penduduk desanya apabila mereka tahu hal yang sesungguhnya. Ia juga takut menghadapi kemarahan penduduk desa yang akan mengecapnya sebagai penghianat.    
Tamin sendiri merasa bahwa dirinya bukan pahlawan yang rela mengorbankan nyawanya demi membela tanah air dan bangsanya. Selama menjadi heiho, ia dan pasukannya dikirim oleh Jepang ke Burma untuk mempertahankan kemerdekaan. Disebabkan ketidaktahuannya dan termakan oleh propaganda yang dilancarkan sekutu, ia bergabung dengan tentara sekutu. Tamin justru bertempur melawan bangsanya sendiri. Namun, ketika mengetahui keadaan yang sebenarnya, ia merasa berdosa.
Akhirnya, ia kembali memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya. Ia pergi tanpa pamit. Pada kepergiaannya yang kedua ini, hatinya tetap merasa tidak tentram dan damai. Ia merasa takut jika nanti bertemu dengan orang di kampungnya. Rasa bersalah terus menghantui dirinya. Ia pergi tak tentu arah dan tujuan.
Dalam perjalanannya, Tamin tersesat di sebuah desa yang tak dikenal olehnya. Di desa itu Tamin bertemu dengan seorang nelayan dan ikut bersama nelayan tersebut dan bekerja di desa nelayan tersebut selama 4 bulan. Setelah lama kepergiaannya dari kampung halaman, Tamin kembali pulang setelah mendengarkan cerita dari Pak Banji, warga desanya, yang mengatakan bahwa ayahnya telah meninggal, Sumi sang adik terus menangis menantinya, ibunya kembali muram dan tak terurus, dan Isah juga sedih menantinya.
Dari cerita Pak Banji juga Tamin menyimpulkan bahwa penduduk desa tidak mengetahui apa yang sebenarnya ia perbuat. Akhirnya, Tamin tersadar bahwa selama ini ia hanya dihantui oleh rasa ketakutannya.Tamin pun kembali pulang ke desa di kaki Gunung Wilis. Hal yang pertama, yang ia lakukan adalah berziarah ke makam ayahnya dengan nisan kayu jati yang masih baru itu ditanam di samping kubur neneknya dan berjanji tidak akan meninggalkan keluarganya lagi dan mengurus sawah dengan bersungguh-sungguh.
Sesampainya dirumah, Tamin meminta maaf kepada Sumi dan ibunya karena telah meninggalkan mereka. Sumi memaafkannya dan kembali tersenyum serta keceriaan kembali hadir di dalam rumah yang bersejarah itu. Tamin berpesan kepada Sumi yang akan memberi kabar tentang kepulangan Tamin kepada Isah. Pesan Tamin adalah bahwa malam ini dia akan menembangkan lagu Asmaradhana untuk Sumi dan Isah.

  • III. Kelebihan dan Kekurangan


a.       Kelebihan
1.      Penulis menggambarkan peristiwa dan emosi yang terdapat pada cerita secara detail sehingga pembaca dapat menggambarkan dalam imajinasi.
2.      Isinya sangat berbobot akan nilai-nilai moral
b.      Kekurangan


1.      Susunan kata dan bahasa sulit untuk dipahami.